Pemuda itu mengucapkan salam sambil memasuki rumah gadis pujaannya, sang ayah menjawab dengan lantang. Lalu sang gadis mempersilahkannya duduk di ruang tamu. Setelah berjabat tangan, sang pria duduk di hadapan ayah si gadis. 5 menit berlalu dengan senyap. Lalu ibu sang gadis datang membawa minuman dan kue kering.
Ayah gadis itu bertanya, kapan sang pria mau melamar. Pria itu menjawab belum memiliki banyak uang.
Ayah: “Ya, kumpulin dulu dong, baru nanti ke sini lagi.”
Sang ibu meminta lamaran sejumlah Rp 20.000.000,- sementara ayahnya meminta lebih tinggi seharga Rp 40.000.000.
Sang pria hampir hilang akal ketika disebutkan harga gadis itu. Pria itu kembali berdiskusi dengan orang tua gadis tersebut.
Pria: “Apakah anak bapak pandai memasak?”
Ayah: “Hmm...Boro-boro. Bangun tidur jam 10 dan bangun langsung makan siang.”
Pria: “Bisakah dia membaca Al-Quran?”
Ibu: “Bisa sedikit-dikit.”
Pria: “Apakah dia rajin sholat?”
Ayah: “Apa maksud kamu tanya semua ini? Kamu kan temannya sejak masih sekolah, harusnya kamu tau.”
Pria: “Maaf, bapak dan ibu. Saya rasa dia tidak bisa masak, tak bisa sholat, tak bisa mengaji, tak bisa menutup aurat dengan baik. Tak pantas rasanya dia dihargai Rp.40.000.000,-. Kecuali dia hafidz Qur’an 30 juz dalam kepala, pandai menjaga aurat, diri dan batasan-batasan agamanya. Barulah dengan mahar Rp.100.000.000,- pun akan saya usahakan.”
Ayah: “Aku hanya ingin anakku bahagia dengan merasakan sedikit kemewahan. Pesta ini kan hanya terjadi sekali seumur hidup.”
Pria: “Sungguh demikian? Bapak, Ibu, saya bukan siapa-siapa. Sekarang dosa anak bapak, bapak yang tanggung. Esok lusa setelah akad nikah, dosanya saya yang tanggung. Belum lagi, bapak dan ibu menginginkan kami untuk bersanding di pelaminan yang megah dalam waktu yang lama, anak ibu dirias dengan riasan secantik-cantiknya, di hadapan ratusan undangan. Setiap mata yang melihat kami akan mendapat dosa. Pentingkah hal tersebut jika sehari-hari saja kita hidup sederhana tanpa berlebih-lebihan.”
Ibu sang gadis meninggalkan pembicaraan, ia tau pemuda itu membicarakan tentang fakta islam, dan ia tak dapat membantahnya lagi.
Ayah: “Kamu mau mengajari masalah agama kepsda kami?
Pria: “Bukan saya hendak mengajari masalah agama, tapi itulah hakikatnya. Terkadang terlalu memandang adat hingga lupa agama.”
Ayah: “Sudahlah, kamu sediakan saja Rp.40.000.000,-. Kalau tidak, kamu tidak bisa menikahi anakku.”
Pria: “Mungkin di umur 30 saya baru dapat menumpulkan uang sebanyak itu dan meminang anak bapak. Kalau memang bapak mengharap demikian, maka “Izinkan saya berzina dengan anak bapak.”
Ayah sang gadis berang. “Hei! Kamu sudah keteraluan. Jaga mulut kamu.”
Pria: “Orang tuaperempuan selalu menempatkan mahar yang tinggi, menunggu calon suami berpenghasilan tinggi, namun cinta dan nafus jika tidak diwadahi dengan baik, maka pihak ketiganya adala setan. Akhirnya mereka mengambil jalan pintas memuaskan nafsu dengan berzina.”
“Kami hendak melepaskan nafsu bagaimana pak? Sebenarnya dalam hati kami sudah ada perasaan, namun kami menjaganya hingga halal tiba. Susah, pak, menjaga perasaan. Jika bapak meminta uang segitu maka degan rendah hati saya meminta izin untuk berzina dengan anak bapak. “
Ayah: “Kalau kamu tidak punya uang, bagaimana kamu akan memberi dia makan?”
Pria: “Ada Allah. Sesungguhnya karunia Allah maha luas karunia dan rahmatnya. Masalah harta selagi kita terus berusaha, itulah rahmat yang sudah ditakdirkan untuk setiap hamba. Lagipula, kalau makan dan minum, insya Allah, saya sanggup.
Begini pak, saya rasa tidak perlu membayar puluhan juta. Pestanya tetap ada sesuai dengan kemampuan. Saya benar-benar minta maaf kalau kata-kata saya membuat bapak dan ibu tidak senang. Segalanya kita serahkan kepada Allah, kita hanya merencanakan saja.”
Azan zuhur berkumandang. Sang pria pamit. Pria itu mengeluarkan kopiah dari sakunya, sang gadis dan ibu yang melihatnya dari balik jendela meneteskan air mata. Mereka sadar, selama ini mereka tidak pernah memperhatikan syari’at islam. Kemudian gadis tersebut meraih handphonenya dan mengirim pesan kepada pria tersebut.
“Andai Allah telah memilih dirimu untukku, aku ridho dan akan terus bersamamu. Apapun yang ada pada dirimu dan yang kamu miliki. Aku juga akan terus pada agama yang ada padamu. Minggu depan ayah menyuruhmu untuk melamar.”
Sang pria yang baru selesai berwudhu tersenyum membaca pesan tersebut.
Sumber: Lamaran Ditolak Karena Miskin, Pemuda Ini Nekat Bilang 'Izinkan Saya Zina dengan Anakmu'